Suarageram.co – Muhammad Rizal Caleg DPR RI Dapil Banten 3 dari PAN melalui kuasa hukumnya resmi melakukan laporan kembali kepada Bawaslu Kabupaten Tangerang.

Dalam laporan tersebut, Sukardin SH MH selaku kuasa hukum Muhammad Rizal mengajukan permohonan koreksi atas putusan No : 005/LP/ADM.PL/BWSL.KAB/11.08/III/2024 terkait pelanggaran administratif yang di laporkan kliennya di Bawaslu kabupaten Tangerang.

“Kami melakukan laporan kembali kepada Bawaslu sesuai peraturan Bawaslu no 8 tahun 2018 Bab XIV di pasal 61 tentang hak koreksi putusan.” Terang Sukardin SH MH bersama timnya usai membuat laporan di sekretariat Bawaslu kabupaten Tangerang Selasa (2/4/2023).

Kata dia, setelah dikaji lebih dalam amar putusan ini, Menurut Sukardin bahwa majlis pemeriksa dalam kesimpulan pemeriksaan perkara ini telah mengabaikan temuan pelapor kliennya.

Padahal jelas adanya data bukti D hasil dimana tertulis jumlah suara terlapor 1 yaitu caleg PAN Okta Kumala Dewi lebih besar (ada penggelembungan / pemindahan suara) yang tidak sesuai dengan jumlah suara pada data C-hasil.

Sukardin menjelaskan dalam hal ini majlis pemeriksa telah mengesampingkan peraturan Bawaslu no 8 tahun 2018 tentang penyelesaian pelanggaran administratif pemilihan umum Bab XII tentang putusan di pasal 54 ayat 2 yang berbunyi Bawaslu memutuskan laporan pelanggaran administrasi pelanggaran pemilu dengan mempertimbangkan alat bukti dalam sidang pemeriksaan.

Lanjutnya, selain itu majlis pemeriksa pun dalam kesimpulannya tidak menguraikan secara terang dan jelas atas perbuatan terlapor 2 yaitu PPK Pasar Kemis, majlis pemeriksa hanya mengutip peraturan perundang-undangan sehingga membuat pelanggaran administratif pemilu yang dilakukan PPK Pasar Kemis menjadi tidak jelas. Dimana dalam putusan majlis hanya menjatuhkan sanksi teguran untuk tidak mengulangi atau melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.

Seharusnya bahwa berdasarkan peraturan Bawaslu no 8 tahun 2018 tentang penyelesaian pelanggaran administratif pemilihan umum Bab VIII tentang sanksi pasal 36 huruf a berbunyi ‘perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dan berdasarkan peraturan Bawaslu no 8 tahun 2018 tentang penyelesaian pelanggaran administratif pemilihan umum di bab XII tentang putusan pasal 55 ayat 1 huruf b berbunyi ‘memerintahkan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota untuk melakukan perbaikan administrasi terhadap tata cara prosedur atau mekanisme pada tahapan pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan’.

“Untuk itu kami memohon majlis pemeriksa untuk memberikan amar putusan memerintahkan agar terlapor 2 PPK Pasar Kemis yang terbukti bersalah dalam amar putusan sebelumnya, PPK Pasar Kemis pihak KPU memperbaiki jumlah suara terlapor 1 Okta Kumala Dewi pada D hasil PPK pasar Kemis di sesuaikan dengan jumlah perolehan suara terlapor 1 pada C-hasil.” Jelasnya

Selain itu, disini majlis pemeriksa pun dalam kesimpulannya menjelaskan berdasarkan surat ketua Bawaslu RI nomer 290/PP.00.00/K1/03/2024 tentang petunjuk penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu pada tahapan rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara pemilu tahun 2024 menyebutkan bahwa hasil pemilu telah ditetapkan secara nasional menjadi objek perselisihan hasil pemilu di mahkamah konstitusi RI. Menurutnya kesimpulan itu tidak tepat.

“Seharusnya majlis pemeriksa dalam kesimpulannya merekomendasikan laporan pelapor kliennya terkait adanya perbedaan jumlah perolehan suara terlapor 1 pada D hasil yang lebih besar (ada penggelembungan / pemindahan suara) tidak sesuai dengan jumlah perolehan suara terlapor 1 pada data c hasil kepada sentra Gakkumdu.” Ujarnya

Ia menjelaskan karena hal tersebut nyata-nyata merupakan pelanggaran tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang no 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum pasal 352 berbunyi.

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak empat puluh delapan juta rupiah.” tegas Sukardin. (Han)

Editor : Burhanuddin.