Suarageram.co – Jajaran anggota Dewan Komisi II Kabupaten Tangerang, menggelar rapat dengar pendapat (RDP) atau hearing dengan Dinas Pendidikan terkait masalah penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2023/2024.

Dalam jalannya hearing, Ketua Dewan Komisi II Kabupaten Tangerang, Nasrullah Ahmad J mengatakan sedikitnya terdapat 24 ribuan peserta didik baru tidak dapat menikmati fasilitas sekolah negeri yang ada di wilayah.

Karena itu, lanjutnya ia meminta agar Dinas Pendidikan bisa memberikan solusi terkait masalah tersebut.

“Saya minta adanya solusi dan bisa maksimal, minimal setengah dari peserta didik yang ada di wilayah bisa terserap di Sekolah Negeri,” kata Nasrullah, Rabu (17/5/2023).

Selain itu, Komisi II juga meminta agar Disdik mengkaji ulang program pembelajaran Hybrid atau belajar berbasis online. Sebab, menurut nya masih banyak juga siswa-siswi di sekolah yang ekonominya kurang mampu.

“Perlu dikaji lagi, kan gak semua punya laptop atau handphone Android, belum lagi biaya kuota internet nya, jadi perlu di pikirkan lagi,” ucapnya.

Anggota Dewan Komisi II, Listiawati Lase menambahkan, perlu adanya seleksi yang ketat untuk tenaga pengajar atau pendidik, karena hal itu dapat mempengaruhi kualitas generasi baru di wilayah.

“Banyak kasus guru hanya memberikan tugas, tapi anak didiknya ditinggal, bagaimana mau menciptakan generasi yang berkualitas dan unggul,” tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang Fahrudin mengakui berdasarkan rasio lulusan 51.000 : 43 yang dapat terserap pada kuota hanya sekitar 26 ribu peserta didik baru untuk sekolah Negeri.

“Jadi masih ada 24 Ribu, nah kami kan harus berbagi dengan pendidikan swasta. Jadi saya harap masyarakat jangan terlalu Negeri Minded lah,” katanya.

Sedangkan, lanjutnya terkait kurang minatnya peserta didik baru di sekolah swasta dengan alasan biaya yang mahal. Saat ini, katanya pihaknya masih menunggu peraturan daerah (Perda) tentang penyelenggaraan pendidikan.

“Kami dari Dinas pendidikan pada tahun 2019 – 2020 telah mengajukan perubahan Perda nomor 9 tahun 2011, jadi kami masih menggu terkait pembiayaan ke Swasta,” jelasnya.

Lebih jauh, ia menjelaskan soal pembelajaran Hybrid atau online, merupakan program yang direncanakan untuk disesuaikan pada wilayah dengan angka kelulusan ekstrem. Diantaranya seperti, di Kecamatan Pasar Kemis, Curug, Kelapa Dua dan Cikupa.

“Jadi disesuaikan dengan satuan pendidikan yang double shift dan juga diperhitungkan pada kearifan lokal wilayah tersebut,” jelasnya.

Dan, lanjutnya terkait dengan biaya kuota internet, para peserta didik tersebut dapat memanfaatkan akses internet di kantor pemerintahan daerahnya masing-masing.

“Ini juga sudah kita bahas dengan komponen di wilayah, seperti kepala desa dan camat, untuk mengijinkan anak sekola mengakses jaringan internet di kantor desa atau kecamatan,” tandasnya. (Deri).