Sekjen DPP Lembaga FPK: LSM Wujud dari HAM
Suarageram.co – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Lembaga Front Pemantau kriminalitas (FPK), Rezqi Hidayat, menanggapi pemberitaan mengenai sekelompok orang yang tergabung dalam Forum LSM dan ormas Kota Cilegon, terhadap kehadiran LSM dari luar Kota Cilegon yang melakukan aktivitasnya di dalam Kota Cilegon.
“Sikap seperti itu, tentu saja menarik perhatian para aktivis yang ada di Provinsi Banten, agar kita semua memahami keberadaan, kedudukan dan fungsi LSM,” kata Resqi, Jumat (17/2/2023).
Resqi memaparkan, Lembaga Swadaya Masyarakat yang biasa disebut LSM, dan kedudukannya juga di Indonesia sebagai organisasi non-Pemerintah (Ornop), secara Internasional lembaga ini disebut sebagai Non-Government Organization (NGO).
LSM merupakan suatu perwujudan dari Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan: “Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan Partai Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.
Dalam menjalankan kiprahnya, LSM dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut, yaitu: Sebagai wadah organisasi yang menampung, memproses, mengelola dan melaksanakan semua aspirasi masyarakat dalam bidang pembangunan terutama pada bagian yang sering tidak diperhatikan oleh pemerintah.
“Pelaku Kontrol sosial kepada pemerintah bukan hanya kewajiban LSM dan ormas setempat saja tetapi masyarakat dan atau publik juga berhak melakukan pengawasan sosial kontrol oleh karenanya sampai saat ini belum ada peraturan dan larangan LSM dan ormas yang dibatasi ruang geraknya dalam melaksanakan tupoksinya, sepanjang LSM dan atau Ormas dimaksud dapat menjalankan tugas sesuai dengan legalitas, AD/ART dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” paparnya.
Keberadaan LSM selaras dengan Pasal 28 UUD 1945, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan atau tulisan”, serta Pasal 28E Ayat 3 “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Selanjutnya dalam pasal 28 F, disebutkan bahwa setiap orang juga berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Sehingga amandemen UUD 1945, melahirkan juga peraturan keterbukaan informasi, termasuk keterbukaan informasi publik pada badan publik. Sedangkan ketentuan mengenai keterbukaan informasi publik diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Badan publik, menurut UU tersebut adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran tersebut. (YS)
Tinggalkan Balasan