Suarageram.coMahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Serang Banten 2024. Diketahui, pembatalan itu diputuskan dalam sidang yang dipimpin langsung oleh Ketua MK Suhartoyo, pada Senin (24/2/2025).

Majelis Hakim Enny Nurbaningsih, dalam putusan Nomor 70/PHPU/PUB-XXIII/2025 menyebutkan bahwa untuk menghormati, melindungi, dan memulihkan hak konstitusional suara pemilih serta meneguhkan kembali legitimasi dan dukungan rakyat terhadap calon yang kelak terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Serang pada Pemilu 2024.

Mahkamah memandang penting untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Kata dia, langkah ini diambil dalam rangka memastikan Pilkada yang jujur dan adil, sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang berlangsung.

Pemungutan suara ulang ini akan dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan hukum dan pengawasan ketat terhadap pihak-pihak yang terkait, termasuk kepala desa dan aparatur desa, guna mencegah adanya keberpihakan yang merusak netralitas dalam pemilukada.

Salah satu bukti yang mendukung perlunya PSU ini adalah Bukti P-6, berupa Surat Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor 19/UMM.02.03/X/2024, yang berisi undangan resmi kepada para Kepala Desa, Sekretaris Desa, Staf Desa, Ketua RW, Ketua RT, serta para Kader PKK dan Posyandu se-Kecamatan Kramat Watu untuk menghadiri acara peringatan Haul ke-2 Almarhumah Hj Biasmawati Binti Baddin, serta Hari Santri dan Tasyakuran.

Surat ini telah disertai dengan Bukti P-7 berupa rekaman video yang menunjukkan pernyataan permohonan maaf dari Menteri Desa H Yandri Susanto terkait penggunaan surat undangan tersebut, yang telah menimbulkan kontroversi dan dugaan ketidaknetralan dalam Pilkada.

Merujuk pada bukti-bukti yang ada, Mahkamah menemukan bahwa pelanggaran pemilu ini terjadi secara terstruktur dan melibatkan aparat pemerintahan Desa yang memiliki hubungan langsung dengan tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh Menteri Desa.

Hal ini mengarah pada keberpihakan kepala desa yang secara massal terjadi di sejumlah desa di Kabupaten Serang, yang tentu saja merusak integritas dan kemurnian suara pemilih.

Oleh karena itu, Mahkamah menilai bahwa rangkaian pelanggaran ini secara signifikan telah merusak prinsip dasar pemilu yang demokratis.

Mahkamah juga menyarankan bahwa ketidaknetralan yang terjadi tidak hanya merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tetapi juga merupakan pelanggaran pemilu, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (1) UU 10/2016, yang menegaskan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, serta Kepala Desa dilarang untuk memberikan dukungan kepada pasangan calon dalam Pemilu.

Ketidaknetralan Kepala Desa yang dilakukan dengan mendukung Pasangan Calon Nomor Urut 2 dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu yang dapat membatalkan hasil pemilukada yang telah dilaksanakan.

Namun, meskipun terdapat sejumlah temuan terkait ketidaknetralan, Mahkamah menemukan bahwa di beberapa Kecamatan, seperti Kecamatan Ciruas, Padarincang, Bandung, Pamarayan, Gunungsari, Pabuaran, Puloapel, Bojonegara, Binuang, dan Mancak, tidak ditemukan bukti yang mendukung adanya praktik money politics yang didalilkan oleh Pemohon.

Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan bahwa dalil Pemohon mengenai money politics tidak dapat diterima.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Mahkamah dengan tegas menyatakan bahwa terdapat pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Kepala Desa yang menyebabkan praktik keberpihakan yang secara tidak sah mempengaruhi hasil pemilukada.

Hal ini semakin diperburuk dengan keterlibatan Menteri Desa H. Yandri Susanto dalam menyelenggarakan atau menghadiri kegiatan yang meminta atau mengarahkan kepala desa untuk mendukung pasangan calon tertentu.

Mengingat posisi kepala desa berada di bawah koordinasi Kementerian Desa, keterlibatan Menteri dalam hal ini semakin memperburuk kondisi netralitas aparat desa.

Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran ini, Mahkamah berpendapat bahwa tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan yang dilakukannya sendiri, dan tidak seorang pun harus dirugikan oleh pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain.

Kendati demikian, Mahkamah memutuskan untuk membatalkan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Serang Tahun 2024, sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan KPU Kabupaten Serang 2028/2024, dan memerintahkan untuk dilaksanakan Pemungutan Suara Ulang di setiap TPS demi menjaga prinsip keadilan dan kemurnian suara pemilih.