Suarageram.co – Dugaan pungutan liar (Pungli) terkuak usai marbot Masjid Pasar Sentiong Nyaris Adu Jotos dengan penarik salar pada Jum’at (10/5/2024). Marbot masjid menyebut uang pungutan salar sebesar 10 ribu per pedagang dengan alasan untuk pengelolaan sampah dan sewa lapak sebesar Rp 500 ribu ternyata sampah pedagang dibuang secara sembarangan tidak jauh dari mesjid.

“Kami mempertanyakan dasar uang pungutan oleh oknum, karena lapak tersebut menempati jalan raya Sentiong yang seharusnya tidak ada lapak PKL karena menggangu pengguna jalan, karena banyak warga yang mengeluh akibat kemacetan lalu lintas,” terang Anton Pahtoni anggota LSM Geram Banten Indonesia.

Anton menilai apapun dalihnya jika itu pungutan liar dan tidak memiliki acuan dasar hukumnya jelas itu adalah perbuatan melawan hukum dan kepolisian sudah bisa masuk ke ranah tersebut meskipun belum ada laporannya namun ramainya video yang tersebar dan pemberitaan di banyak media online itu sudah cukup.

“Masyarakat sudah tau semua ko jika berdasarkan Peraturan Presiden nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Dalam Perpes tersebut secara tegas disebutkan bahwa praktik pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efesien dan mampu menimbulkan efek jera,” tegas pria yang kerap disapa Alex ini.

IMG 20240510 105254
Sampah Tak Diurus, Marbot Masjid Pasar Sentiong Ngamuk Dengan Penarik Salar, (foto, red/Han/Suarageram).

Kata Alex, salah satu harapan delam Perpes tersebut juga di perjelas agar terbangun dan terciptanya sikap tegas dan kesadaran mayarakat menolak segala bentuk pungli dan memenuhi aturan yang berlaku.

“Apalagi jika benar seperti apa yang ramai dalam video dan berita yang ternyata melibatkan oknum kepala desa dan perangkatnya maka berlaku juga undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsinya. Karena pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas,” tegasnya.

Menurutnya, agar permasalahan ini menjadi terang maka pihak kepolisian harus segera melakukan penyelidikan dan memanggil para pihak agar tahu dasar apa yang menjadi dasar pungutannya dan kemana uang nya.

Lebih lanjut Alex mengatakan, secara aturan disepanjang jalan raya tidak boleh adanya pedagang kaki lima (PKL) yang mendirikan bangunan, karena jelas itu mengganggu kendaraan roda dua dan empat yang akan melintas.

“Seperti di depan PT Adis dan PT PEMI, apalagi saat ini dengan banyaknya pedagang kaki lima (PKL) kondisi dijalan tersebut menjadi semerawut hingga menimbulkan bau tidak sedap akibat banyaknya air bekas ikan basah dan air yang timbul dari pedagang ayam dan sayur mayur.

“Kami berencana melaporkan kepada Kecamatan hingga Bupati Tangerang, karena banyak yang mengeluh akibat kemacetan,” tandasnya.

Dalam menyikapi kebijakan publik ini Alex berharap agar Satpol PP segera menerbitkan surat peringatan hingga pembongkaran lapak PKL, karena sejak era Kepala.Satpol PP Bambang Marsi Sentosa, bangunan milik PKL telah digusur.

“Kamu berharap agar pedagang kaki lima ( PKl) bisa menempati pasar Sentiong, karena jika tetap menempati lapak di pinggir jalan, akan sangat menggangu masyarakat,” tandasnya. (Han)

Editor : Burhanuddin.