Suarageram.co – Aktivis dan akademisi muda lintas kampus bakal mendirikan posko pengaduan masyarakat akibat lambannya penanganan kasus di Polres Tangerang Selatan (Tangsel) Polda Metro Jaya.

Hal itu dilakukan, kata aktivis mahasiswa Aziz Patiwara menyusul banyaknya kasus yang ia terima lantas mandek, lamban ditangani. Salah satunya yakni kasus yang telah dilaporkan oleh warga Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang satu tahun yang lalu.

Kasus yang saat ini dinilai jalan ditempat itu, dugaan penipuan senilai Rp 216 juta yang dialami oleh salah seorang masyarakat asal Jayanti berinisial AL. Kasus tersebut hingga kini tidak menunjukkan perkembangan berarti.

“Kami bersama jaringan aktivis dan akademisi muda lintas kampus menyatakan akan mendirikan Posko Pengaduan Masyarakat di depan kantor Polres Tangsel, hal itu juga sebagai bentuk kekecewaan atau ketidakpuasan kami terhadap kinerja pihak Kepolisian di Tangsel,” ungkap Azis Patiwara, Rabu (24/12/2025).

Menurut Azis, Posko tersebut dirancang sebagai instrumen kontrol sosial (social control) sekaligus ruang advokasi warga terhadap lambannya penanganan LP di Polres Tangerang Selatan.

“Posko pengaduan yang akan dibentuk ini nantinya berfungsi sebagai pusat pengumpulan data empirik, dokumentasi LP mandek, serta kajian kritis berbasis pengalaman warga,” terang Azis.

Kata dia, seluruh temuan akan disusun dalam laporan akademik dan disampaikan kepada publik serta lembaga pengawas kepolisian sebagai bagian dari upaya mendorong reformasi institusional.

“Nanti kita umumkan ke publik dan lembaga pengawas Kepolisian sebagai upaya untuk mendorong reformasi institusional Polisi,” tandasnya.

Kendati demikian, aktivis mahasiswa ini mendesak pihak Kepolisian Polres Tangsel untuk segera menangkap pelaku dugaan penipuan yang telah dilaporkan oleh warga asal Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang berinisial AL.

Aziz bilang, laporan AL telah disertai alat bukti, menghadirkan terduga pelaku, serta menyerahkan barang bukti, namun pihak kepolisian Polres Tangerang Selatan (Tangsel) seolah mengabaikan kasus tersebut. Kondisi ini memperlihatkan adanya jurang antara prinsip kepastian hukum (legal certainty) dan praktik penegakan hukum yang dialami masyarakat di lapangan.