Suarageram.coAliansi Peduli Selat Sunda (APSS) bakal mendesak wakil rakyat DPRD Kota Cilegon Banten untuk ikut turun tangan soal dugaan pencemaran lingkungan di pelabuhan selat Sunda yakni pelabuhan Merak Banten yang dikelola oleh badan usaha ASDP Indonesia Ferry Cabang Merak.

Desakan terhadap Legislatif itu lantaran hasil audiensi yang digelar di aula kantor ASDP Cabang Merak pada Rabu (7/5/2025) kemarin dinilai tidak memuaskan.

Dalam audiensi yang dihadiri oleh sejumlah Manajer Operasional ASDP, termasuk Manajer Usaha dan Manajer Sumber Daya Eksternal (SDE) namun tidak dihadiri oleh General Manager ASDP Cabang Merak dengan alasan tengah mengikuti agenda lain itu, hasilnya tidak sesuai harapan alias mengecewakan.

Menurut Hadi Korlap APSS, dalam pertemuan tersebut, perwakilan ASDP, Muhamad Jahri, menyampaikan sejumlah klarifikasi yang justru menimbulkan banyak pertanyaan dari pihak aliansi.

“Jawaban ASDP tidak mendasar, tidak pada akar permasalahan. Mereka tahu ada masalah regulasi, tapi tetap tidak memberi solusi. Ini bentuk pengelakan,” ujar Hadi kepada wartawan usai pertemuan.

Menurut Hadi, perwakilan ASDP Muhamad Jahri mengklaim bahwa ASDP tidak pernah membuang limbah kapal langsung ke laut. Namun pengelolaan limbah dilakukan melalui pihak ketiga, yakni PT IFPRO yang disebut sebagai anak usaha ASDP yang menangani terminal serta pengelolaan sampah pelabuhan.

Meski begitu, Juhri mengakui bahwa hingga saat ini ASDP belum memiliki lokasi permanen untuk fasilitas Reception Facility (RF), sebagaimana diwajibkan oleh Konvensi Internasional MARPOL 73/78 serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014.

“ASDP ini hanya operator pelabuhan. Kami tidak bisa mengambil semua keputusan sepihak. Tanggung jawab kami terbatas, selebihnya ada di regulator seperti KSOP dan BPTD,” ujar Hadi mengutip keterangan Muhamad Jahri.

Sementara itu, Wawan Sekjen APSS menyampaikan bahwa pernyataan itu justru dianggap sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab. Aliansi mempertanyakan mengapa sebagai operator pelabuhan tersibuk di Indonesia, ASDP tidak menunjukkan inisiatif konkret dalam menyediakan fasilitas Reception Facility (RF) yang sesuai standar dan berizin.

“Mereka hanya menyebut pihak ketiga, tapi tidak bisa menunjukkan bukti integrasi sistem, izin pengolahan, atau dokumen lingkungan yang sesuai. Ini berbahaya. Jangan sampai laut dijadikan tempat buang limbah secara diam-diam,” tegas Wawan.

IMG 20250508 WA0033
Aliansi Peduli Selat Sunda usai audiensi di kantor ASDP Cabang Merak. 

Aliansi Peduli Selat Sunda menilai ketiadaan RF permanen bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga mengancam kelestarian ekosistem laut di Selat Sunda sebagai jalur pelayaran yang setiap harinya dilintasi lebih dari 60 kapal, di mana hanya tujuh kapal yang merupakan milik ASDP.

Kendati begitu, Wawan menegaskan, pihaknya akan melayangkan surat resmi kepada DPRD Kota Cilegon untuk menggelar RDP atau Hearing terbuka. APSS berharap DPRD menghadirkan semua pihak terkait, termasuk eksekutif Kota Cilegon, KSOP, BPTD, hingga pimpinan ASDP.

“Ini bukan sekadar isu teknis, tapi menyangkut komitmen negara terhadap keselamatan dan kelestarian laut. DPRD harus turun tangan. Rakyat perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi di pelabuhan sebesar Merak,” kata Wawan.

Tak hanya itu, APSS juga mendesak adanya ruang dialog publik dan keterbukaan dokumen lingkungan dari seluruh operator pelayaran swasta yang beroperasi di Pelabuhan Merak. Komunitas lingkungan ini berharap transparansi bisa mencegah potensi manipulasi data atau pembiaran praktik pencemaran.

“Kami tidak akan berhenti di sini. Kami ingin semua pihak bertanggung jawab dan publik dilibatkan. Ini bukan semata persoalan teknis, tapi moral,” tandasnya.