Suarageram.co -Penetapan oknum pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten sebagai tersangka dugaan gratifikasi kegiatan pembangunan breakwater atau pemecah ombak di Pelabuhan Ikan Cituis, Kabupaten Tangerang, tidak membuat masyarakat Kabupaten Tangerang sebagai penerima manfaat senang.
Pasalnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten diharapkan supaya melakukan penyelidikan terkait pembangunan dan proses lelang pemecah ombak tersebut.
Aktivis Kabupaten Tangerang Alamsyah mengapresiasi kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten yang telah menahan satu tersangka kasus gratifikasi pada DKP Provinsi Banten, terkait pembangunan pemecah ombak yang berada di Desa Cituis, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.
Meski begitu, dirinya mengharapkan pihak Kejati Banten tidak berhenti sampai pada dugaan gratifikasi, melainkan pada fisik pembangunannya yang dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi.
Bahkan, Alamsyah menduga dari proses lelang dan pembangunan pemecah ombak tersebut juga terlihat ada kejanggalan.
“Nah kejanggalan tersebut adalah, dalam proses lelang itu perusahaan yang dimenangkan adalah perusahaan dengan tawaran tertinggi dari nilai anggaran Rp3,9 miliar,” ungkapnya, Rabu (8/5/2024).
Sebab menurutnya, terdapat lima perusahaan yang memenuhi kualifikasi penawaran. Dimana, penawaran tertinggi yakni CV Mitra Perkasa dengan penawaran Rp4.408.000.000, kemudian CV Barokah yang menawar Rp.3.444.888.130, lalu ada CV Putra Bungsu Mandiri yang menawar sekitar Rp3.596.684.612, lalu CV Zahra Visitama yang menawar Rp3.600.000.000.
“Dan yang terakhir yang pemenang lelang pemecah ombak tersebut, yakni CV Kakang Prabu yang menawar Rp.3.779.701.883,” ujar Alamsyah.
Alamsyah menyayangkan, dalam proses penawaran tersebut empat perusahaan dari urutan nomor 1 hingga urutan nomor 4 tidak diundang oleh panitia lelang. Dan menggugurkannya tanpa alasan yang jelas.
Bahkan salah satu perusahaan yang ikut lelang dan memasukan penawaran sudah dikonfirmasi, dia juga bingung karena tidak diundang tiba-tiba di gugurkan, yang harusnya dilakukan pembuktian dulu apakah dokumennya sesuai atau tidak.
“Kalau fair dan apa kekurangannya hingga digugurkan, yah harusnya panitia lelang membeberkan kekurangannya, jangan lantas CV Kakang Prabu yang langsung jadi pemenang lelang,” terang Alamsyah.
Sehingga kata Alamsyah, ini merupakan suatu kejanggalan, di mana terlihat bahwa kegiatan pembangunan pemecah ombak terindikasi sudah ada pengantinnya, atau perusahaan yang akan menggarap pembangunannya.
“Apalagi tadi saya kebetulan melihat langsung ke lokasi pembangunan pemecah ombak tersebut, saya nilai itu batu Boulder nya tidak sesuai dengan standar batu pada pemecah ombak,” keluhnya.
Sebab kata Alamsyah, pada 10 April 2023 terkait proses lelang pemecah ombak itu. DKP Provinsi Banten membuatkan surat kepada Pokja 838 DKP terkait perubahan rincian pada dokumen pemilihan.
Dimana, yang sebelumnya para peserta lelang harus mempunyai sertifikat mutu untuk batu bouldernya dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), maka dirubah dalam surat tersebut untuk boleh saja sertifikat mutu selain dari KAN.
“Itu kan pembodohan, seharusnya aturan yang lama itu sangat bagus, karena kredibel dibanding dengan lembaga uji mutu lainnya,” bebernya.
Untuk itu, meminta pihak Kejaksaan Tinggi Banten dalam melihat kasus pembangunan pemecah ombak Cituis, Kabupaten Tangerang tidak hanya sampai digratifikasi saja, melainkan juga dilakukan penyelidikan pembangunannya.
“Sebagai masyarakat Kabupaten Tangerang, saya sangat menyayangkan pembangunan pemecah ombak Cituis seperti itu,” pungkasnya.
Diketahui, breakwater merupakan bangunan yang dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Dan dibangun bertujuan untuk perlindungan pantai terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum sampai ke pantai.
Sementara salah satu pegawai di UPT Pelabuhan Ikan Cituis yang mengaku bernama Rahman lebih memilih bungkam saat ditanya sejumlah wartawan, ia bilang tidak tahu dan tidak dilibatkan dalam kegiatan proyek pembangunan Breakwater atau pemecah ombak.
“Saya tidak tahu dan tidak berkompeten untuk memberikan keterangan dan juga tidak dilibatkan dalam proyek tersebut, pimpinan sedang tidak ada ditempat, sedang ada rapat, ” tandasnya.
Disinggung terkait ASN berinisial AS yang saat ini tengah di tahan oleh pihak Kejati, Rahman menjawab, itu bukan pegawai di UPT Pelabuhan Ikan Cituis melainkan di UPT Labuan.
“Kalau AS itu bukan pegawai UPT di sini tapi infonya di UPT Labuan, saya juga nggak kenal dengan orang itu, mana ada Labuan wilayah Utara, setahu saya seperti itu,” tandas Rahman di kantor UPT Cituis pada Selasa 7 Mei 2024 sekira pukul 11.43 WIB.
Sementara itu Eli Susianti Kadis DKP Banten hingga berita ini unggah, masih memilih bungkam alias belum memberikan komentar saat dikonfirmasi melalui whatsapp. (Han)
Editor : Burhanuddin.
Tinggalkan Balasan